Thursday, January 31, 2019

Meniti Hidup dengan Kemuliaan

Meniti Hidup dengan Kemuliaan
Membuka Relung Hati
Cermati kisah berikut!
Hidup mulia atau mati syahid! Sebuah ungkapan yang bermakna ajakan untuk hidup secara mulia atau mati secara syahid. Jika direnungkan, ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Hidup mulia adalah dambaan setiap manusia ketika hidup di dunia. Mati syahid adalah salah satu cara mendapatkan anugerah Allah Swt. kelak di akhirat, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Jadi, hidup mulia dan mati syahid adalah ungkapan yang selalu memotivasi orang yang beriman agar selalu berada di jalan Allah Swt. Agar lebih jelas memahami ungkapan tersebut, cermatilah pengalaman hidup Nabi Yusuf as. berikut!
Ketika usianya masih sangat belia, ia dicemplungkan dengan sengaja ke sebuah perigi oleh saudara-saudaranya sendiri. Ia memang selamat setelah ditemukan oleh serombongan kafilah. Namun, mereka membawa Yusuf kecil ke Mesir dan menjualnya sebagai hamba sahaya. Untuk beberapa lama ia pun hidup sebagai pembantu di rumah seorang pejabat Mesir.
Sejalan dengan usianya yang tumbuh dewasa, ujian pun mendatanginya. Istri si pejabat bersiasat merayu dan menggoda Si Tampan Yusuf. Inilah ujian yang amat berat karena justru Yusuf-lah yang kemudian menjadi tertuduh melakukan perbuatan mesum kepada majikannya. Kata Yusuf,
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya; “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku...” (Q.S. Yusuf/12:33). Seperti yang kalian ketahui, Nabi Yusuf as. pun akhirnya memang dipenjara. Inilah episode memilukan dari kehidupan manusia. Apa yang selanjutnya terjadi terhadap Nabi Yusuf as., apakah ia terpuruk dan tenggelam dalam kesengsaraan? Tidak! Tetapi lihatlah, penjara justru menjadi batu ujian terhadap kenabian Yusuf as. Dan yang lebih membahagiakannya adalah melalui episode itu, Allah Swt. mempertemukan kembali Yusuf dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Catatlah tiga istilah kunci ini: pengendalian diri, prasangka baik, persaudaraan!
Nabi Yusuf as. adalah sosok terpuji karena kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak memenuhi nafsu setan istri seorang pejabat Mesir. Lagi, ia pun berhasil mengendalikan diri untuk tidak secara semena-mena menuntut balas atas saudara-saudaranya yang telah berbuat keji tehadap dirinya. Padahal, kalau mau, sebagai pejabat tinggi pasti sangat mudah baginya menuntut balas. Di saat-saat ia menanggung cobaan berat dengan dibuang ke perigi, dilelang sebagai hamba sahaya. dan dipenjara karena dituduh memerkosa, tidaklah pernah ia berprasangka buruk kepada Allah Swt. atas takdir yang menimpanya. Ia pun tidak menaruh prasangka buruk terhadap saudara-saudaranya yang keji. Justru Nabi Yusuf as. memilih untuk menghimpun mereka dalam keutuhan keluarga yang penuh persaudaraan.                      
Mengkritisi Sekitar Kita
Cermati gambar dan wacana berikut!
Perhatikan berbagai gejala yang terjadi di masyarakat kita. Keserakahan manusia dalam berbagai usaha eksploitasi alam, telah menimbulkan bencana yang mengerikan, dan telah “membunuh” ribuan manusia. Tidak hanya oleh bencana alam, kematian banyak manusia secara sia-sia juga disebabkan oleh penggunaan jalan raya dengan semena-mena, konsumsi minuman dan obat-obatan terlarang, kekerasan dan bentrokan antarkeyakinan, antardesa, dan bahkan antarsaudara. Angka kriminalitas pun makin menanjak tinggi, berjalan paralel dengan perilaku korupsi yang mungkin lebih tinggi. Pada sisi lain, sebagian masyarakat hidup dengan perasaan sensitif, saling curiga, beringas, egois, dan individualis.
Semua hal tersebut telah menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Kerugian tersebut tidak saja bersifat materi, tetapi juga nonmateri. Kerugian materi berupa tingginya biaya hidup, biaya untuk berobat, kehilangan sumber penghasilan, dan lain  sebagainya mungkin dapat diatasi dengan berbagai bantuan dari pihak lain. Akan tetapi, kerugian nonmateri, seperti hilangnya rasa aman dan nyaman, hidup dalamketakutan, hingga hilangnya nyawa dengan sia-sia, tentu saja tidak dapat diganti atau dibayar dengan benda yang sangat mahal sekalipun.
Maka, untuk mencegah hal tersebut, tidak ada jalan atau cara lain yang harus ditempuh kecuali dengan selalu menjalankan perintah agama serta aturanaturan yang berlaku di masyarakat, baik yang tertulis berupa peraturan-peraturan pemerintah, maupun yang tidak tertulis berupa nilai-nilai moral-etik yang ada di masyarakat.
Memperkaya Khazanah Peserta Didik
A. Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Husnuzzan
1. Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri.
Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw.
yang artinya: “Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari)
Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Dapatkah kamu memberikan contoh perilaku yang menunjukkan sikap pengendalian diri? Diskusikan dengan teman-temanmu!
2. Prasangka Baik (Husnuzzan)
Prasangka baik atau Husnuzzan berasal dari kata Arab yaitu Husnu yang artinya baik, dan zan yang artinya prasangka. Jadi prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah Husnuzzan. Secara istilah Husnuzzan adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka(su’uzzan), yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar. Dalam ilmu akhlak, Husnuzzan dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu Husnuzzan kepada Allah Swt. Husnuzzan kepada diri sendiri, dan Husnuzzan kepada orang lain.
Prasangka baik adalah sifat sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari. Mengapa demikian? Bisakah kamu menjelaskan dan mengemukakan dampak positif dari perilaku Husnuzzan, serta dampak negatif dari perilaku su’uzzan?
3. Persaudaraan (ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Swt.). Kedua persaudaraan tersebut sangat
jelas dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum An¡ar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka
B. Ayat-Ayat al-Qur’ān tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan
Persaudaraan
1. Q.S. al-Anfāl [8] : Ayat 72
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوا وَّنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُم مِّن وَلَايَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika  mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”[Q.S. al-Anfāl [8] : Ayat 72]

b. Hukum Tajwid

No
Lapad
Hokum Tajwid
1
الَّذِينَ
  mad thobii
2
آمَنُوا
Mad badal
3
 بِأَمْوَالِهِمْ
Ihfa safawi
4
أَوْلِيَاءُ
Mad wajib muntasil
5
مَا لَكُم مِّن
1.       Idghom mimi
2.       Idghom mutamasilain
6
 مِّن ولَا
Idghom bigunah
7
 قَوْمٍ بَيْنَكُمْ
iklab
8
بَصِيرٌ
Mad ‘Ard lis Sukµn


c. Kandungan Ayat
Berbagai bentuk serangan, intimidasi, dan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah telah menyebabkan Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka di Mekah menuju Madinah. Di dalam sejarah Islam, mereka yang berhijrah disebut sebagai kaum Muhajirin. Adapun warga Madinah yang telah beriman kepada Nabi Muhammad saw. dan menerima kedatangan kaum Muhajirin disebut kaum An¡ar.
Peristiwa bersejarah itu bukanlah sekadar perpindahan yang bersifat geografis, yaitu perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lain yang baru. Jika hal itu merupakan perpindahan atau pergerakan sekelompok masyarakat yang bersifat geografis dan bernilai biasa-biasa saja, tentunya tidak perlu sejauh itu mereka menempuh perjalanan sangat berat ke Madinah. Juga peristiwa itu bukanlah perpindahan manusia yang didasarkan pada motif ekonomi atau kepentingan politik tertentu. Jika ada motif ekonomi, mengapa kaum Muhajirin malah meninggalkan berbagai harta kekayaan mereka di Mekah dan tidak memboyongnya ke Madinah? Mengapa mereka malah mengorbankan harta dan jiwa sebagaimana dilukiskan pada ayat di atas? Jika ada motif politik, pertanyaannya adalah apakah Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt. memang semata-mata demi memperoleh kue kekuasaan di Mekah atau Madinah. Hijrah merupakan peristiwa dahsyat dalam sejarah agama dan kemanusiaan. Dari sudut keagamaan, hijrah merupakan peristiwa keagamaan karena berkaitan erat dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabat beliau dalam memperjuangkan tegaknya Islam di Mekah. Adapun dari sudut kemanusiaan, peristiwa hijrah merupakan implementasi dari ajaran agama Islam mengenai pentingnya menghormati, menjaga, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin  dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan.
Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut. Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.

2. Q.S. Al-Hujurāt [49] : ayat 12
a. Lafal Ayat dan Artinya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerimatobat, Maha Penyayang.” {Q.S. Al-Hujurāt [49] : ayat 12}

b. Hukum Tajwid
No
Lapad
Hokum Tajwid
1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
Mad Jāiz Munfaśil
2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
Alif Lam Syamsiyah
3
يَغْتَب بَّعْضُكُم
Idgām Mutama¡¡ilain
4
بَّعْضُكُم بَعْضًا
Ikhfa’ Syafawi





3. Q.S. Al-Hurāt [49} : Ayat 10
a. Lafal Ayat dan Artinya
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat{Q.S. Al-Hurāt [49] : Ayat 10}
b. Hukum Tajwid
No
Lapad
Hokum Tajwid
1
الْمُؤْمِنُونَ
Alif lam syamsiyah
2
 إِخْوَةٌ فَأَ
ikhfa
3
أَخَوَيْكُمْ ۚ وَ
Izhar safawi
4
وَاتَّقُوا اللَّهَ 
tafkhim

c. Kandungan Ayat
Pada ayat di atas Allah Swt. menegaskan dua hal pokok. Pertama, bahwasesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Kedua, jika terdapatperselisihan antarsaudara, kita diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melakukan iślah (upaya perbaikan atau perdamaian).
Apa indikasi dari suatu persaudaraan? Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allahyang menguasai diriku! Seseorang di antara kalian tidak dianggap beriman kecualijika dia menyayangi saudaranya sesama mukmin sama seperti dia menyayangi dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)
Selain itu Rasulullah saw. juga menegaskan,
“Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti muslim lain, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan semua larangan Allah.” (H.R. Bukhari)
C. Hadis tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan
1. Hadis tentang Pengendalian Diri
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Artinya:“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Hadis tentang Prasangka Baik
Rasulullah saw. bersabda:

Artnya: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari)

3. Hadis tentang Persaudaraan
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

Artnya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, seperti satu tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)

D. Pesan-Pesan Mulia
Simaklah kisah berikut, kemudian cermati secara saksama pelajaran yang terkandung di dalamnya!
Kisah Habil dan Qabil
Qabil adalah salah seorang anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Iqlima. Sementara Habil adalah anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Labuda. Iqlima terlahir dengan paras yang cantik, sementara Labuda tidak secantik Iqlima. Semua keturunan Nabi Adam as. hidup damai sampai mereka dewasa.
Kemudian, turun perintah Allah Swt. agar Nabi Adam as. menikahkan anakanaknya. Allah Swt. memerintahkan agar anak yang terlahir sebagai saudara kembar harus dinikahkan dengan anak kembar yang lain. Dengan ketentuan tersebut, Qabil harus menikah dengan Labuda, dan Habil harus menikah dengan Iqlima.
Ketika Nabi Adam as. menyampaikan perintah tersebut, Qabil tidak menyetujuinya. Pasalnya, sudah lama Qabil menyukai Iqlima. Dia menolak menikahi Labuda, dan tetap akan menikahi Iqlima. Dengan bijak, Nabi Adam as. mengingatkan Qabil bahwa ketentuan Allah Swt. harus ditaati. Namun, Qabil tetap pada kehendaknya untuk menikahi Iqlima, saudara kembarnya yang lebih cantik. Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah Swt. dengan bijaksana Nabi Adam as. memerintahkan Qabil dan Habil untuk berkurban. Siapa pun yang kurbannya diterima oleh Allah Swt., segala kebutuhan dan keinginannya akan dikabulkan oleh Allah Swt., termasuk keinginan Qabil untuk menikahi Iqlima.
Setelah semuanya dirasa siap, Qabil dan Habil pun mempersembahkan kurbannya masing-masing di atas bukit dengan disaksikan oleh semua anggota keluarga. Qabil   mempersem bahkan  hasil pertaniannya. Ia sengaja memilih gandum dari jenis yang jelek. Habil mempersembahkan seekor kambing terbaik dan yang paling ia sayangi. Kemudian, dengan perasaan berdebar-debar, mereka menyaksikan dari jauh. Tak lama berselang, tampak api besar menyambar kambing persembahan Habil, sedangkan gandum persembahan Qabil tetap utuh yang berarti kurban Habillah yang diterima. Melihat kenyataan tersebut, Qabil yang berperangai tidak baik dan terpengaruh hasutan iblis, menaruh dendam kepada Habil. Terpikir olehnya, agar keinginannya menikahi Iqlima, tidak ada cara lain kecuali membunuh Habil. Maka ketika terdapat kesempatan untuk melaksanakan niat jahatnya tersebut, Qabil pun betul-betul melaksanakannya. Ketika Habil sedang seorang diri, Qabil datang menghampirinya dengan niat untuk membunuh saudaranya itu. Mengetahui hal tersebut, Habil mengingatkan Qabil agar senantiasa mengingat Allah Swt. dan hendaklah takut kepada-Nya. Habil berkata kepada Qabil,:
لَئِن بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
Artinya  “Sungguh jika kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.” (Q.S. al-Mā’idah [5] : ayat 28)
Setelah Habil terbunuh, Qabil merasa bingung. Diguncang-guncangkan tubuhsaudaranya itu, namun tetap tidak bergerak. Lalu jenazah Habil dibawa ke sanakemari dengan perasaan kacau, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasa sangat menyesal sehingga air matanya berlinang membasahi pipinya.  Dalam kebingungannya, Allah Swt. menurunkan ilham melalui dua ekor burung gagak yang bertarung untuk memperebutkan daging mayat Habil. Salah
seekor dari burung gagak itu tewas dalam pertarungan tersebut. Kemudian,  burung gagak yang masih hidup menggali tanah, menarik gagak yang telah menjadi bangkai untuk dimasukkan ke dalam tanah yang telah digali dengan cakarnya, kemudian menimbunnya dengan tanah. Demikianlah, Qabil meniru perbuatan burung gagak itu. Ia menggali tanah dan menguburkan mayat Habil dan menimbunnya dengan tanah. Menyadari dirinya telah melakukan kesalahan yang sangat besar, Qabil pun merasa ketakutan. Ia kemudian tidak berani untuk pulang ke rumah, bahkan pergi dengan meninggalkan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ia benar-benar tidak kembali lagi, pergi masuk hutan keluar hutan, menaiki gunung, dan menuruni lembah tak jelas arah dan tujuan. (Disarikan dari berbagai sumber)

Menerapkan Perilaku Mulia
Prasangka Baik (Husnuzzan)
1. Memberikan apresiasi atas prestasi yang dicapai oleh teman atau orang lain dalam bentuk ucapan atau pemberian hadiah.
2. Menerima dan menghargai pendapat teman/orang lain meskipun pendapat
tersebut berlawanan dengan keinginan kita.
3. Memberi sumbangan sesuai kemampuan kepada peminta-minta yang datang
ke rumah kita.
4. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial baik ketika di lingkungan rumah,
sekolah, ataupun masyarakat.
5. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita dengan penuh tanggung
jawab.
Persaudaraan (Ukhuwwah)
1. Menjenguk/mendoakan/membantu
teman/orang lain yang sedang sakit atau terkena musibah.
2. Mendamaikan teman atau saudara
yang berselisih agar mereka sadar dan kembali bersatu.
3. Bergaul dengan orang lain dengan
tidak memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya.
4. Menghindari segala bentuk
permusuhan, tawuran, ataupun kegiatan yang dapat merugikan
orang lain.
5. Menghargai perbedaan sukur, bangsa, agama, dan budaya teman/orang lain.

Rangkuman
1. Pengendalian diri (mujāhadah an-nafs) adalah perilaku upaya untuk tetap berada dalam setiap kebaikan dan terhindar dari sifat-sifat yang dapat membinasakan dirinya, orang lain, maupun lingkungan.
2. Berbaik sangka (¥usnu§§an) adalah sifat di mana orang lain dipandang sebagai sesuatu yang baik dan harus diperlakukan dengan baik, kecuali jika diketahui dengan fakta bahwa orang tersebut harus diwaspadai dan diperingati.
3. Dalam Q.S. al-Anfāl/8:72 dijelaskan bahwa perintah berhijrah setelah hijrahnya Rasulullah saw. dan kaum muslimin ke Kota Madinah dan Kota Mekah adalah berhijrah dari keburukan menuju kepada kebaikan, berjihad dari kemelaratan menuju kepada kesejahteraan, berhijrah dari kebodohan menuju gilanggemilang, dan sebagainya.
4. Dalam Q.S. al-Hujurāt[49]: ayat 10 kita diperintahkan oleh Allah Swt. agar senantiasa menjaga dan menciptakan perdamaian, memberikan nasihat kebaikan, dan mendamaikan perselisihan saudara dengan saudara yang lain.
5. Dalam Q.S. al-Hujurāt [49] : ayat 12 dijelaskan perintah agar berprasangka baik (Husnuzzan) kepada setiap orang, kita pun diperintahkan menghindari dan menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada sesama saudara kita,

Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di Makah

Sosok manusia terpopuler sepanjang masa telah lahir di padang pasir yang tandus menjelang akhir abad ke 6 M. Namanya paling banyak disebut dan tak tertandingi oleh tokoh dunia manapun didunia ini. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri tauladan bagi siapapun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Beliaulah yang menjadi nabi terakhir yang di utus oleh Allah SWT  kepada umat manusia dan menjadi penyempurna dari ajaran-jaran yang di bawa oleh para nabi terdahulu, beliaulah nabi Muhammad SAW. Mari kita lihat pendapat tokoh-tokoh ilmuwan dunia tentang sosok nabi Muhammad SAW.
Michael Hart dalam bukunya bertajuk ‘The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History’ telah menempatkan Nabi Muhammad saw sebagai tokoh nomor 1 yang paling berpengaruh sepanjang sejarah. Apa kata penulis “Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad SAW dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Muhammad SAW satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi”.
Seorang Orientalis Jerman Bretly Hiler di dalam bukunya “Orang-Orang Timur dan Keyakinan-keyakinan Mereka” mengatakan : “Muhammad SAW adalah seorang kepala negara dan punya perhatian besar pada kehidupan rakyat dan kebebasannya. Dia menghukum orang-orang yang melakukan pidana sesuai dengan kondisi zamannya dan sesuai dengan situasi kelompok-kelompok buas di mana Nabi hidup di antara mereka. Nabi ini adalah seorang penyeru kepada agama Tuhan Yang Esa. Di dalam dakwahnya, dia menggunakan cara yang lembut dan santun meskipun dengan musuh-musuhnya. Pada kepribadiaannya ada dua sifat yang paling utama dimiliki oleh jiwa manusia. Keduanya adalah “keadilan dan kasih sayang”.
Mahatma Gandhi, bertutur : “Ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah peninggalan yang paling bijaksana bukan hanya untuk muslim tapi utk seluruh umat manusia.”
Mari kita bermuhasabah! Sebagai seorang muslim, sudahkah kita mempelajari kehidupan sejarah beliau?
                              
1.        Strategi dakwah Rasulullah SAW di Makkah
a.    Masyarakat Makkah Pada Awal Penyebaran Islam
Masyarakat Makkah pada awal kenabian Muhammad SAW dikenal dengan sebutan jahiliyah, yakni masyarakat yang tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya  sebab patung dan batu menjadi sembahan tuhan mereka dan mereka hidup dalam kegelapan terutama yang berkaitan dengan akhlak dan moral. Masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai 300 lebih. Di antara berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat. Kebiasaan buruk lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah suburnya tindak kejahatan, perjudian, mabuk-mabukan, pertikaian antar suku, saling membunuh bahkan mengubur bayi perempuan yang masih hidup menjadi kebiasaan mereka. Tatanan kehidupan masyarakat tidak berjalan, yang berlaku hanyalah hukum rimba, siapalah yang kuat dia yang berkuasa dan siapa yang menang dia yang berkuasa. Mereka sudak tidak menjadikan ajaran para nabi terdahulu sebagai pedoman hidupnya. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah.  Dalam situasi inilah Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam.
                                                                                                                                                                                                     
b.    Substansi dan strategi dakwah Rasulullah Saw Periode Makkah
1)   Substansi dakwah Rasulullah SAW
Substansi ajaran Islam periode Makkah, yang  didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut :
a)        Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajariQS. A1-Ikhlas, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
b)        Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dari kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajariQ.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
c)         Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginya orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10).
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ﴿٩﴾ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا ﴿١٠﴾
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.

d)        Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un, 107: 1-7).

2)   Strategi dakwah Rasulullah SAW.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan hukum. Sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika masyarakat Arab telah mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas karena Allah SWT dan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu mereka akan memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Adapun strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yangluhur tersebut sebagai berikut:
a)        Dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3-4 tahun.
Cara ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa masyarakat Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah : Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya, waktu masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW, yang hidup dan tahun 573 - 634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Sesuai dengan ajaran Islam, bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban Rasulullah SAW, tetapi juga kewajiban para pengikutnya (umat Islam), maka Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya, yang dihormati dan disegani banyak orang. Karena budi bahasanya yang halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan pandai bergaul telah meneladani Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara sembunyi-sembunyi. 
Usaha dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah :
(1)   Abdul Amar dari Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti hamba milik si Amar. Karena Islam melarang perbudakan, kemudian nama itu diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih.
(2)   Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
(3)   Utsman bin Affan.
(4)   Zubair bin Awam.
(5)   Sa’ad bin Ahu Waqqas.
(6)   Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
b)        Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216 (coba kamu cari dan pelajari).
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut :
1)      Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2)      Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah. Rasulullah SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan yang disampaikannya itu dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di dunia dan di akhirat. Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat murka Allah SWT, sengsara di dunia dan di akhirat.
Menanggapi dakwah Rasulullah SAW tersebut di antara yang hadir ada kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab, bukan hanya mengejek tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata “Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau mengumpulkan kami?” Sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah ayat Al- Qur’an yang berisi kutukan Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat Al-Lahab, 111: 1-5 (coba kamu cari dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M), tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia pada tahun 615 M.
3)      Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain :
(a) Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum Giffar, yang bertempat tinggal di sebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari laut Merah, menyatakan diri di hadapan Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya itu kemudian diikuti oleh kaumnya.
(b) Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus yang bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah, menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.Keislamannya itu diikuti oleh bapak, istri, keluarganya, serta kaumnya.
(c) Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (Madinah), yang datang ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya hidayah Allah SWT, para penduduk Yatsrib, secara bergelombang telah masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.
Pada gelombang ketiga ini telah datang ke Mekah untuk berziarah dan menemui Rasulullah SAW, umat Islam penduduk Yatsrib yang jumlahnya mencapai 73 orang di antaranya 2 orang wanita. Waktu itu ikut pula berziarah ke Mekah, orang-orang Yatsrib yang belum masuk Islam. Di antaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah, yang kemudian menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah  tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Walaupun untuk itu mereka harus mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
Setelah terjadinya peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Mekah, untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW melaksanakan suruhan Rasulullah SAW tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrib secara diam-diam dan sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan sebanyak 150 orang umat Islam penduduk Mekah telah berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin Abu Thalib masih tetap tinggal di Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT untuk berhijrah. Setelah datang perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah SAW berhijrah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah tempat kelahirannya menuju Yatsrib. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi pada awal bulan Rabiul Awal tahun pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin Abu Thalib, tidak ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW, karena beliau disuruh Rasulullah SAW untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan kepadanya. Setelah perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan, kemudian Ali bin Abu Thalib menvusul Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.
2.        Hikmah strategi dakwah Rasulullah Saw periode Mekah
Hikmah yang dapat diambil dari sejarah dakwah Rasulullah saw periode Mekah, antara lain sebagai berikut :
a.    Menyadari bahwa melalui sifat sabar, ulet, lemah lembut dan tidak merusak dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapatkan pertolongan Allah SWT
b.    Menyadari dan memahami bahwa seorang rasul hanyalah bertugas menyampaikan risalah dari Allah SWT. Seorang rasul tidak bisa memberi petunjuk (hidayah) bahkan kepada keluarga dan orang yang dicintai sekalipun. ( QS. 28 : 56 )
c.    Memahami bahwa Allah SWT pasti akan menguji seseorang yang akan terpilih menjadi utusan atau rasul-Nya. Oleh karena itu sangat wajar bila sesorang ingin menjadi pemimpin atau menduduki jabatan tertentu terlebih dahulu harus diuji.
d.    Dapat mengambil contoh cara-cara berdakwah yang dilakukan nabi saw, yaitu sangat bijaksana, pandai menggunakan kesempatan yang berharga, dapat menarik perhatian orang tanpa menimbulkan kebosanan. Seperti yang digambarkan dalam Surat an-Nahl : 125 sebagai berikut :
اُدْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah danpengajaran  yang baik,  dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl : 125)
e.    Dapat meneladani Nabi SAW sebagai uswatun khasanah, artinya sikap dan amal perbuatan beliau sehari-hari adalah teladan yang baik, terutama terhadap ajaran Islam yang didakwahkannya, Firman Allah SWT :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿٢١﴾
     Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (QS. Al-Ahzab : 21 )

3.        Meneladani dakwah Rasulullah SAW periode Mekah dalam penerapan di era modern.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
a.    Memahami perjuangan nabi Muhammad SAW dan meneladaninya serta ikut serta mendakwahkan Islam sebagai tatanan kehidupan menusia agar mencapai tujuan hidupnya, selamat dan sejahtera di dunia akhirat.
b.    Melaksanakan ajaran Islam, yakni menjalankan rukun Islam dan melestarikannya dalam kehidupan sehari-hari dilingkungannya masing-masing dengan tidak memaksa orang lain ataui menghina peribadatan/nama tuhan agama lain.
c.    Melaksanakan dan melestarikan sunnah Rasulullah SAW yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
d.    Konsisten dan komitmen men-Tuhankan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Menyekutukan-Nya adalah dosa besar yang tidak terampuni ( QS. An Nisa : 116 )
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً ﴿١١٦﴾

Artinya:  “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.
e.    Senantiasa jihad di jalan Allah SWT, sebagaiman firmanNya :
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَاداً كَبِيراً ﴿٥٢﴾
Artinya : ”Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan (semangat) perjuangan yang besar” (QS. Al Furqan : 52)

KEMULIAAN NABI MUHAMMAD SAW :
Kisah ini menceritakan tentang seorang wanita tua yang sangat membenci Rasulullah SAW dan bahkan wanita ini sering kali menghina Rasulullah SAW. Suatu hari wanita tua tersebut sedang berdiri di depan rumahnya. Rupanya wanita tua itu sedang menunggu Rasulullah SAW, karena dia tahu kalau Rasulullah SAW selalu melewati depan rumahnya ketika akan melakukan ibadah di Masjidil Haram. Tidak lama kemudian tampak Rasulullah SAW sedang berjalan dan wanita tua itu bersiap ingin melakukan sesuatu terhadap beliau. Ketika Rasulullah SAW sampai di depan rumahnya, wanita tua itu langsung meludahkan air liurnya dengan penuh kebencian yang mendalam : “cuih…cuih…cuih..”.
Peristiwa ini selalu berulangkali terjadi setiap Rasulullah SAW melewati depan rumah wanita tua itu dan bahkan hampir setiap hari wanita itu melakukannya. Suatu saat seperti biasanya Rasulullah SAW pergi untuk beribadah di Masjidil Haram dan seperti biasanya pula Rasulullah SAW selalu melewati depan rumah wanita tua itu. Akan tetapi ketika Rasulullah SAW tiba di depan rumah wanita tua itu, beliau tidak melihatnya seperti biasa, sehingga beliau hari ini tidak meludahi Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW berhenti sejenak sambil melihat-lihat dan ternyata wanita itu memang tidak ada di depan rumahnya. Rasulullah SAW pun menjadi kangen akan air ludah siwanita tua tersebut dan karena penasaran, beliau lalu bertanya kepada seseorang yang merupakan tetangga sebelah wanita itu.
“Wahai Fulan, tahukah engkau dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku? ”, kata Rasulullah SAW. Orang yang ditanya itu heran, mengapa Rasulullah SAW menanyakan wanita yang sering meludahi beliau. Namun akhirnya orang itu tidak ambil peduli dan langsung menjawab pertanyaan Rasulullah SAW : “ Wahai Muhammad…Apakah engkau tidak mengetahui, bahwa si wanita yang engkau tanyakan dan yang biasa melidahimu, sudah beberapa hari ini dia sedang terbaring sakit ? ”. Mendengar jawaban dari orang itu Rasulullah SAW mengangguk-angguk, kemudian beliau melanjutkan perjalanannya untuk melaksanakan ibadah di depan Ka’bah. Setelah sekembalinya dari ibadah, Rasulullah SAW menyempatkan diri untuk mampir dan menjenguk wanita si peludah itu yang dalam keadaan sakit. Wanita tua itu kaget dan ada perasaan takut dalam dirinya ketika dia mengetahui, bahwa Rasulullah SAW orang yang setiap hari dia ludahi, justru malah menjenguk dirinya. Wanita tua itu menangis dalam hati : “Duhai betapa luhur budinya manusia ini. Meskipun setiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang                                                           menjenguk aku ”
Dengan perasaan haru dan menitikan air mata, wanita tersebut bertanya : “ Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”.
Rasulullah SAW menjawab : “ Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum mengetahui tentang kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan lagi melakukannya”. Mendengar ucapan yang sangat bijak dari manusia mulia utusan Allah SWT ini, wanita itu langsung menangis dan berkata : “ Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu “. Kemudian wanita itu mengucapkan dua kalimat syahadat. 
RANGKUMAN :
Bagian terpenting yang menjadi fokus dakwah Rasulullah SAW periode Mekah dapat dilihat antara lain sebagai berikut.
1.        Memperbaiki akhlak masyarakat Mekah yang mengalami dekadensi moral, seperti  tumbuh suburnya kebiasaan berjudi, minum Khamer, dan berzina.
2.        Memperbaiki dan meluruskan cara menyembah Tuhan. Agama berhala menyembah patung-patung. Rasulullah SAW mengajak untuk beralih pada Islam yang hanya menyembah kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa serta menjauhi sikap musyrik.
3.        Menegakkan ajaran Islam tentang persamaan hak dan derajat di antara manusia.
4.        Mengubah kebiasaan bertaklid kepada nenek moyang dan meluruskan segala adat- istiadat, kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan.
5.        Nabi Muhammad SAW berdakwah dengan sabar, ikhlas, dan tegas di antaranya dengan tidak memaksakan kehendak dan lemah lembut.
6.        Kebiasaan masyarakat jahiliyah sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rasul ialah terjadinya penyimpangan dalam semua bidang kehidupan, baik yang berhubungan secara vertikal dengan sang pencipta maupun hubungan secara horizontal yang menyangkut hubungan kehidupan sesama manusia.
7.        Substansi ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut :
Ø Keesaan Allah SWT
Ø Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Ø Kesucian jiwa
Ø Persaudaraan dan Persatuan
8.  Strategi dakwah Rasululloh SAW periode Mekah :
Ø Secara diam-diam
Ø Secara terang terangan